Kamis, 20 Desember 2012

rasionalisme rene descartes

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Rene Descartes atau Cartesius dilahirkan di La Haye, sebuah kota kecil di Touraine, Perancis tahun 1596. Ia mendapatkan pendidikan di sekolah Jesuit di La Flèche. Selama di sekolah ini, karena kondisi kesehatannya yang kurang baik, ia diizinkan untuk tetap berada di tempat tidur dan ini pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan selama hidupnya. Di sekolah Jesuit, Descartes mendapatkan pelajaran-pelajaran tentang filsafat, fisika dan matematika.
            Descartes telah merasa tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak mewmakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Rasionalisme?
2.    Apa sebab timbulnya Rasionalisme?
3.    Apa ciri dari Rasionalisme Descartes?
4.    Bagaimana pola pikir Rasionalisme?
5.    Apa implikasi Rasionalisme terhadap dunia pendidikan?







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Rasionalisme
        Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.
        Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.

B.    Sebab-Sebab Timbulnya Pemikiran Rasionalisme
        Descartes merupakan orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis yang sangat dipengaruhi oleh fisika baru dan astronomi. Ia banyak menguasai filsafat Scholastic, namun ia tidak menerima dasar-dasar filfasat Scholastic yang dibangun oleh para pendahulunya. Ia berupaya keras untuk mengkonstruksi bangunan baru filsafat. Hal ini merupakan terobosan baru semenjak zaman Aristoteles dan hal ini merupakan sebuah neo-self-confidence yang dihasilkan dari kemajuan ilmu pengetahuan. Dia berhasrat untuk menemukan “sebuah ilmu yang sama sekali baru pada masyarakat yang akan memecahkan semua pertanyaan tentang kuantitas secara umum, apakah bersifat kontinim atau terputus.”
        Visi Descartes telah menumbuhkan keyakinan yang kuat pada dirinya tentang kepastian pengetahuan ilmiah, dan tugas dalam kehidupannya adalah membedakan kebenaran dan kesalahan dalam semua bidang pelajaran. Karena menurutnya “semua ilmu merupakan pengetahuan yang pasti dan jelas. Pada dasarnya, visi dan filsafat Descartes banyak dipengaruhi oleh ilmu alam dan matematika yang berasas pada kepatian dan kejelasan perbedaan antara yang benar dan salah. Sehingga dia menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang pasti dan jelas atau disebut Descartes sebagai kebenaran yang Clear and Distinct.
        Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut Descartes menggunakan metode “Deduksi”, yaitu dia mededuksikan prinsip-prinsip kebenaran yang diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya yang berasal dari definisi dasar yang jelas. Sebagaimana yang ditulis oleh Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins dalam buku sejarah filsafat,“kunci bagi deduksi keseluruhan Descartes akan berupa aksioma tertentu yang akan berfungsi sebagai sebuah premis dan berada diluar keraguan. Dan aksioma ini merupakan klaimnya yang terkenal Cogito ergo sum “Aku berpikir maka aku ada” 

C.    Ciri-Ciri Filsafat Descartes
        Inti metode Descartes adalah keraguan yang mendasar. Dia meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan-semua pengetahuan tradisional, kesan indrawinya, dan bahkan juga kenyataan bahwa dia mempunyai tubuh sekalipun-hingga dia mencapai satu hal yang tidak dapat diragukan, keberadaan dirinya sebagai pemikir. Oleh karena itu, dia sampai pada pertanyaan yang terkenal Cogito ergo sum. Sehingga dalam berhubungan dengan realita, Descartes mencoba untuk meragukan segala apa yang diterima oleh inderanya dan dia berusaha untuk menguak realitas dengan menggunakan akalnya. Karena menurutnya  hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang dapat disebut sebagai pengetahuan yang ilmiah. Dan kebenaran yang diperoleh melalui indera mempunyai tingikat kesalahan yang lebih tinggi.
Meskipun demikian dia tidak mengingkari pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman. Hanya saja pengalaman  dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.Kemudian Descartes menolak untuk bergantung pada pendapat umum yang berkembang dalam masyarakat dalam melandaskan pemikirannya. Karena itu ia menolak seluruh hal kecuali kepastian dari pendapatnya sendiri.
Dalam membangun filsafatnya Descartes membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai patokan dalam menentukan kebenaran dan keluar dari keraguan yang ada. Adapun persoalan-persoalan yang dilontarkan oleh Descartes untuk membangun filsafat baru antara lain:
a. Apakah kita bisa menggapai suatu pengetahuan yang benar?
b. Metode apa yang digunakan mencapai pengetahuan pertama?
c. Bagaimana meraih pengetahuan-pengetahuan selanjutnya?
d. Apa tolok ukur kebenaran pengetahuan?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Descartes menawarkan metode-metode untuk menjawabnya. Yang mana metode-metode tersebut harus dipegang untuk sampai pada pengetahuan yang benar:
1.    Seorang filosof harus hanya menerima suatu pengetahuan yang terang dan jelas.
2.    Mengurai suatu masalah menjadi bagian-bagian kecil sesuai dengan apa yang ingin kita cari. Atau jika masalah itu masih berupa pernyataan: maka pernyataan tersebut harus diurai menjadi pernyataan-pernyataan yang sederhana. Metode yang kedua ini disebut sebagai pola analisis.
3.    Jika kita menemukan suatu gagasan sederhana yang kita anggap Clear and Distinct, kita harus merangkainya untuk menemukan kemungkinan luas dari gagasan tersebut.  Metode yang ketiga ini disebut dengan pola kerja sintesa atau perangkaian.
4.    Pada metode yang keempat dilakukan pemeriksaan kembali terhadap pengetahuan yang telah diperoleh, agar dapat dibuktikan secara pasti bahwa pengetahuan tersebut adalah pengetahuan yang Clear and Distinct yang benar-benar tak memuat satu keraguan pun. Metode yang keempat ini disebut dengan verifikasi.
Jadi dengan keempat metode tersebut Descartes mengungkap kebenaran dan membangun filsafatnya untuk keluar dari keraguan bersyarat yang diperoleh dari pengalaman inderawinya.
D.    Pola Pikir Rasionalisme
        Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang  menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta.
        Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya.
        Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis
        Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.
        Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan Rene Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali

E.    Implikasi Aliran Rasionalisme Terhadap Dunia Pendidikan
Seperti kita ketahui bahwa Logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-akal rasional. Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang mencerminkan realitas, apakah itu realitas di alam nyata ataupun realitas di alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logika bersifat niscaya atau mesti. Penolakan terhadap kaidah berfikir ini adalah mustahil (tidak mungkin). Bahkan mustahil pula dalam semua khayalan atau angan-angan yang mungkin.
Contohnya, sesuatu apapun pasti sama dengan dirinya sendiri, dan tidak sama dengan yang bukan dirinya. Prinsip berfikir ini telah tertanam secara niscaya sejak manusia lahir serta tertanam secara kodrati, spontan, selalu hadir kapan saja pikiran digunakan dan ini harus selalu diterima kapan saja realitas apapun dipahami. Bahkan, lebih jauh prinsip ini sesungguhnya adalah satu dari watak niscaya seluruh yang maujud (the very property of being). Tidak mengakui prinsip ini, yang biasa disebut dengan prinsip non-kontradiksi dan akan menghancurkan seluruh kebenaran dalam alam bahasa maupun dalam semua alama lain. Tidak menerimanya berarti meruntuhkan seluruh arsitektur bangunan agama, filsafat, sains, teknologi, dan seluruh pengetahuan manusia.   
    Rasionalisme mencapai puncaknya melalui Rene Descartes yang terkenal dengan Cogito, ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada). Ia beranggapan bahwa pengetahuan dihasilkan oleh indra. Tetapi karena indra itu tidak dapat meyakinkan, bahkan mungkin pula menyesatkan, maka indra tidak dapat diandalkan. Yang paling bisa diandalkan adalah diri sendiri. Dengan demikian, inti rasionalisme adalah bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukan berasal dari pengalaman, melainkan dari pikiran.





   

BAB III
PENUTUP

    Rasionalisme adalah sebuah aliran yang menganggap kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal. Akal dapat dijadikan patokan dalam memperoleh kebenaran sekalipun belum mendapatkan fakta empiris. Rasionalisme menganggap bahwa ilmu lahir dari induk produk sebuah rangkaian penalaran, bukan rangkaian fakta empiris. Hal ini didasarkan pada cara kerja deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis-premis yang dipakai dalam membuat rumusan keilmuan, harus jelas dan dapat diterima dengan pertimbangan akal.
               Sistem kefilsafatan ini menganggap bahwa hal-hal yang ada di dalam seseorang tidak terpengaruh oleh seseorang. Biasanya, penganut paham ini mampu membedakan apakah sesuatu itu yang senyatanya atau bagaimanakah tampaknya sesuatu itu. Ukuran kebenaran, menurut kelompok ini diukur dari apakah gagasan itu benar memberikan pengetahuan kepada manusia atau tidak.
Harapan kami dengan mempelajari Realisme Descartes adalah semakin banyak calon guru yang dapat memahaminya.













DAFTAR PUSTAKA

Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000
Bertens K. Sejarah Filsafat Yunani , Jakarta: Kanisius, 1999
Naisaban L. Para Psikolog terkemuka di Dunia, Jakarta: PT Grasindo, 2004
http://meilanikasim.wordpress.com/2009/05/27/aliran-rasionalisme-descartes/
http://makalah 85.blogspot.com/2009/12/filsafat-modern.html



STRATIFIKASI SOSIAL

Makalah ini disusun guna melengkapi salah satu tugas mata kuliah
Pengantar Sosiologi
Dosen Pengampu : Drs. Sabarudin






Disusun Oleh:

DIYAH PUSPITASARI
NIM : 10411047
PAI 2



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi. Jika suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan, misalnya, maka mereka lebih banyak mempunyai kekayaan material dan menempati kedudukan yang lebih tinggi.
Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian stratifikasi sosial?
2.    Apa sebab-sebab timbulnya stratifikasi sosial?
3.    Apa dasar-dasar stratifikasi sosial?
4.    Apa saja unsur-unsur stratifikasi sosial?
5.    Bagaimana sifat stratifikasi sosial itu?
6.    Apa fungsi stratifikasi sosial?
7.    Apa dampak stratifikasi sosial?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Stratifikasi sosial (Sosial Stratification) berasal dari kata bahasa latin         “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
Pengertian stratifikasi sosial menurut beberapa ahli:
1.    Pitirim A. Sorokin
        Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
2.    Max Weber
        Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
3.    Cuber
        Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.

B.    Sebab-Sebab Timbulnya Stratifikasi Sosial
    Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu.
    Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah demikian. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat.
    Sistem lapisan sosial yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama  biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi formal. Kekuasaan dan wewenang merupakan unsur khusus dalam sisitem lapisan.

C.    Dasar-Dasar Stratifikasi Sosial
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut.
1.    Kekayaan
Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas.
2.    Kekuasaan
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atas.
3.    Kehormatan
Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4.    Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai alat ukur, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang menyebabkan terjadinya akibat yang negatif, karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar kesarjanaannya.

D.    Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial
Hal yang mewujudkan unsure dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat adalah:
1.    Kedudukan (status)
        Kedudukan (status) sering kali dibedakan dengan kedudukan sosial (sosial status). Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajibannya.
        Dengan demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, tapi kedudukan sosial tersebut memengaruhi kedudukan orang tadi dalam kelompok sosial yang berbeda. Namun, untuk mendapatkan pengertian yang mudah kedua istilah tersebut akan digunakan dalam pengertian yang sama, yaitu kedudukan (status).
        Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua kedudukan,yaitu:
a.    Ascribed Status
        Yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsaawan pula.
b.    Achieved Status
            Yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhu syarat tertentu.
    Kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu assigned status, yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned status tersebut sering mempunyai hubungan erat dengan achieved status dalam arti bahwa suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa,yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

2.    Peranan (role)
    Peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Artinya, seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan sesuatu peran. Keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lain saling tergantung, artinya tidak ada peran tanpa status dan tak ada status tanpa peran. Sebagai mana kedudukan, maka setiap orang pun dapat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola pergaulan hidupnya.
         Peranan mungkin mencakup tiga hal:
a.    Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b.    Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c.    Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu dalam masyarakat penting karena hal-hal sebagai berikut:
a.    Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
b.    Peranan-peranan setogyanya dilekatkan pada individu-individu yang oleh masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya.Mereka harus telah terlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.
c.    Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu yang tak mampu melaksanakan peranannya sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan kepentingan-kepentingan pribadinya yang terlalu banyak.
d.    Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut.

E.    Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi 3, yaitu:
1.    Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Sosial Stratification)
Pada sistem sosial tertutup, kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan lain dibatasi, baik yang merupakan gerak ke atasataupun ke bawah. Di dalam system yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran.
2.    Stratifikasi Sosial Terbuka (Open  Sosial Stratification)
Pada system sosial terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan ataupun turun lapisan. Pada umumnya system terbuka ini menjadi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat dari sistem yang tertutup.
3.    Stratifikasi Sosial Campuran
Sistem ini merupakan campuran dari system stratifikasi sosial terbuka dan tertutup.

F.    Karakteristik Stratifikasi Sosail
Secara rinci, ada tiga aspek yang merupakan karakteristik stratifikasi sosial, yaitu :
1.    Perbedaan dalam kemampuan atau kesanggupan.
Anggota masyarakat yang menduduki strata tinggi, tentu memiliki kesanggupan dan kemampaun yang lebih besar dibandingkan anggota masyarakat yang di bawahnya. Contoh : berbeda dengan pegawai negeri golongan IV yang kebanyakan mampu membeli mobil, akibat keterbatasan gaji yang diperolehnya seorang pegawai negeri golongan I dan II tentu hanya akan sanggup membeli sepeda atau sepeda motor saja.
2.    Perbedaan dalam gaya hidup (life style).
Seorang direktur sebuah perusahaan, selain selalu dituntut berpakaian rapi, mereka biasanya juga melengkapi atribut penampilannya dengan aksesoris-aksesoris lain untuk menunjang kemantapan penampilan seperti memakai dasi, bersepatu mahal, berolahraga tennis atau golf, memakai pakaian merek terkenal, dan perlengkapan-perlengkapan lain yang sesuai dengan statusnya. Seorang direktur sebuah perusahaan besar kemungkinan akan menjadi pergunjingan. Sebaliknya, seorang bawahan yang berperilaku seolah-olah direktur tentu juga akan menjadi bahan cemoohan.
3.    Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya.           Seorang yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan semakin banyak hak dan fasilitas yang diperolehnya. Sementara itu, seseorang yang tidak menduduki jabatan strategis apapun tentu hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan semakin kecil. Seorang kepala bagian, misalnya, selain memiliki gaji yang besar dan memiliki ruang kerja sendiri, mereka juga berhak untuk memerintah stafnya.

G.    Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1.    Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan seseorang.
2.    Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah penghargaan/gelar/ kebangsawanan, dan sebagainya.
3.    Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat melalui kualitas pribadi, keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikan, wewenang atau kekuasaan.
4.    Penentu lambang-lambang (simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk rumah.
5.    Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
6.    Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok, yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.

H.    Dampak Stratifikasi Sosial
1.    Dampak Positif
Dengan adanya stratifikasi sosial, orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas.
2.    Dampak Negatif
Ada 3 dampak negatif dari stratifikasi soaial,yaitu:
a.    Konflik antar kelas
            Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas-kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas.
Contoh: demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.
b.    Konflik antar kelompok sosial
            Di dalam masyarakat terdapat pula kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik. Contoh: tawuran pelajar.
c.    Konflik antar generasi
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan.
Contoh : pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.


               

BAB III
PENUTUP

Stratifikasi sosial (Sosial Stratification) berasal dari kata bahasa latin         “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
Sebab timbulnya stratifikasi sosial yaitu dikarenakan adanya lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai.
    Dasar–dasar adanya stratifikasi soasial yaitu kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan.
    Unsur-unsur dari stratifikasi sosial yaitu kedudukan (status) dan peranan (role). Adapun sifat dari stratifikasi yaitu sistem stratifikasi terbuka (open social stratification), tertutup (close social stratification) dan sistem stratifikasi campuran.
    Karakteristik stratifikasi sosial:
1.    Perbedaan dalam kemampuan atau kesanggupan.
2.    Perbedaan dalam gaya hidup (life style).
3.    Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya.          
Dampak Stratifikasi Sosial
a.    Dampak Positif
Dengan adanya stratifikasi sosial, orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas.
b.    Dampak Negatif
Ada 3 dampak negatif dari stratifikasi soaial,yaitu:
1.    Konflik antar kelas
2.    Konflik antar kelompok sosial
3.    Konflik antar generasi
REFERENSI

Polak, Mayor. Sosiologi, Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta : Ikhtiar. 1996
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004.
http://jolompong.blogspot.com/2011/01/dampak-positif-dan-negatif stratifikasi.html
http://www.roysatriadi.co.cc/2010/03/makalah-isd-stratifikasi-sosial.html



Pendidikan dan Moralitas

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di era globalisasi dan reformasi seperti sekarang ini kita semua dapat merasakan bersama, bahwa kebebasan berpendapat dan berperilaku sudah sedemikan maraknya, karena terlalu bebas serta fulgarnya dalam tampilan dan pemberitaan itu, sampai-sampai banyak kalangan pemuda yang tidak memperhatikan lagi moralitas, sopan santun, etika dan budi pekerti sebagaimana adat ketimuran yang kita agungkan itu. Media elektronik berupa televisi, maupun media cetak yang kita saksikan dan kita baca tiap hari, baik yang menampilkan kritikan kontruktif maupun pertunjukan hiburan yang mengumbar kemaksiatan sudah sedemikian marak dan bebasnya di masyarakat. Hal ini secara langsung akan dapat mempengaruhi moral dan tingkah laku para pemirsa atau pembaca, lebih-lebih para remaja yang belum memiliki bekal pengetahuan agama yang kuat.
Dalam hal ini, pendidikan memegang peranan penting dalam mengatasi persoalan moralitas yang dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu, melalui makalah ini penulis berusaha untuk mengungkap bagaimana peran pendidikan dalam persoalan moralitas.

B.    Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian pendidikan?
2.    Apa pengertian moralitas?
3.    Bagaimana peran pendidikan dalam mengatasi moralitas?
4.    Bagaimana pendekatan dan strategi pendidikan moral?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.    Mengetahui pengertian pendidikan
2.    Mengetahui pengertian moralitas
3.    Mengetahui peran pendidikan dalam menghadapi moralitas
4.    Mengetahui pendekatan dan strateegi pendidikan moral

D.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II berisi pembahasan masalah. Bab III Penutup yaitu berisi kesimpulan. Bagian terakhir dari makalah ini terdiri dari Daftar Pustaka.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, perbuatan, cara mendidik. 
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari sudut pandang manusia, pendidikan aialah proses sosialisasi, yakni memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam kehidupan. Sebagaimana dikutip oleh Khoiron Rosyadi, Emile Durkheim dalam karyanya Education and Sociology mengatakan bahwa pendidikan merupakan produk manusia yang menetapkan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu hidup konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan.

B.    Pengertian Moralitas
Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Pengertian moral juga memiliki kesetaraan atau kesamaan arti dengan pengertian akhlak, budi pekerti, dan susila. 
Moral sebenarnya memuat dua  segi berbeda, yakni segi batiniah dan segi lahiriah. Orang yang baik adalah orang yang mempunyai sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan yang baik pula. Dengan kata lain, moral hanya dapat diukir secara tepat apabila kedua seginya diperhatikan. Orang hanya dapat dinilai secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama.
 Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Moralitas dapat objektif atau subjektif. Moralitas objektif memandang perbuatan semata sebagai perbuatan yang telah dikerjakan, bebas lepas dari pengaruh sukarela pihak pelaku. Lepas dari segala keadaan khusus si pelaku yang dapat mempengaruhi atau mengurangi penguasaan diri dan bertanya apakah orang yang sepenuhnya menguasai dirinya diizinkan dengan sukarela menghendaki perbuatan tersebut. Moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai perbuatan yang dipengaruhi pengertian dan persetujuan si pelaku individu. Selain itu juga dipengaruhi, dikondisikan oleh latar belakangnya, pendidikannya, kemantapan emosinya, dan sifat-sifat pribadi lainnya.
 
C.    Peran Pendidikan dalam Mengatasi Moralitas
Saat ini manusia Indonesia mengalami pergeseran dalam aspek moralitas.  Pergeseran itu terjadi pada pandangan masyarakat tentang konsep moralitas itu sendiri. Moralitas di sini dipahami sebagai konsep tentang moral atau kebaikan atau baiknya sesuatu yang telah dikonstruksi oleh masyarakat.
Pergeseran moralitas masyarakat sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Sedikit mengingat cerita Socrates, ia pernah prihatin dan menangis pada penemuan kemajuan ilmu pengetahuan. Kekhawatiran filosof Yunani itu yang mengandung keprihatinan bahkan ketakutan mendalam bagi penguasa Yunani ketika itu. Kemudian Socrates mencoba memasukkan ajaran moral ke dalam sendi-sendi kekuatan dan politik. Kemampuan intutitif dan kognitif, Socrates memberi argumen kepada rakyat sehingga mematahkan “puisi-puisi” penguasa tentang pentingnya moral dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan moral sangatlah  perlu bagi manusia, karena melalui pendidikan perkembangan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi dan sesuai dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri. Di Indonesia pendidikan moral telah ada dalam setiap jenjang pendidikan.  Di Sekolah Dasar perkembangan pendidikan moral tak pernah beranjak dari nilai-nilai luhur yang ada dalam  tatanan moral bangsa Indonesia yang termaktub jelas dalam Pancasila sebagai dasar negara.  Pendidikan Moral Pancasila, yang sejak dari pendidikan dasar telah diajarkan tentu memiliki tujuan yang sangat mulia, tiada lain untuk membentuk anak negeri sebagai individu yang beragama, memiliki rasa kemanusiaan, tenggang rasa demi persatuan, menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah untuk kerakyatan serta berkeadilan hakiki. Berangkat dari tujuan tersebut diatas maka dalam pelaksanaannya terdapat tiga faktor penting dalam pendidikan moral di Indonesia yang perlu diperhatikan yaitu :
1.  Peserta didik yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan dan perbedaan perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu dilakukan identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri.
2.  Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan perkembangan moral manusia maka perlu di ketahui pula tingkat tahapan kemampuan peserta didik.  Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan tingkatan yang berbeda itu pula maka semua nilai-nilai moral yang terkandung dalam penididkan moral tersebut memiliki batasan-batasan tertentu untuk dapat terpatri pada kesadaran moral peserta didik.  Dengan kata lain, kalaulah pancasila memiliki 36 butir nilai moral, maka harus difahami pula proses pemahaman peserta didik berdasar pada tingkat kesadaran dan tingkat kekuatan nilai kesadaran itu sendiri.
3.  Guru sebagai fasilitator, apabila kita kembali mengingat teori perkembangan moral manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya maka guru seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memahami dan menghayati nilai-nilai pendidikan moral itu.
Dengan memperhatikan tiga hal diatas maka proses perkembangan moral manusia yang berjalan dalam jalur pendidikan tentu akan berjalan sesuai dengan tahapan perkembangan moral pada tiap diri manusia.
Pendidik, sebagai bagian dari pendidikan hendaknya harus berperan dalam melaksanakan pendidikan budi pekerti (moral), yaitu dengan cara:
a.    Seorang pendidik harus menjadi model sekaligus menjadi mentor dari peserta didik dalam mewujudkan nilai moral pada kehidupan di sekolah. Tanpa guru sebagai model, sulit untuk diwujudkan suatu pranata sosial (sekolah) yang dapat mewujudkan nilai-nilai kebudayaan.
b.    Masyarakat sekolah haruslah merupakan masyarakat bermoral. Sekolah dan kampus bukan sekedar untuk meningkatkan kemampuan intelektual, tetapi juga untuk memupuk kejujuran, kebenaran, dan pengabdian kepada kemanusiaan.
c.    Mempraktikkan disiplin moral. Pelaksanaan moral yang tidak disiplin sama artinya tidak bermoral. Moralitas menuntut keseluruhan dari hidup seseorang karena dia melaksanakan apa yang baik dan menolak yang batil.
d.    Menciptakan situasi demokratis di ruang kelas agar pelaksanaan kehidupan bermoral dapat terwujud.
e.    Mewujudkan nilai-nilai melalui kurikulum. Nilai-nilai moral bukan hanya disampaikan melalui mata pelajaran yang khusus, tetapi juga terkandung dalam semua program kurikulum.
Adapun peranan pendidikan (edukasi) dalam mengatasi persoalan moral adalah:
a.    Menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai penyelewengan ala jahiliah. Mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai dengan fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang kukuh dan sempurna di masyarakat.
b.    Karena pendidikan berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak, maka pendidikan akan sangat memengaruhi jiwa dan perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari kepribadiannya untuk kehidupannya kelak kemudian hari
c.    Pendidikan sebagai alat terpenting untuk menjaga diri dan memelihara nilai-nilai positif. Pendidikan mengemban dua tugas utama yang saling kontradiktif, yaitu melestarikan dan mengadakan perubahan.

D.    Pendekatan dan Strategi Pendidikan Moral
Menurut draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), pendekatan-pendekatan yang bisa digunakan untuk menerapkan pendidikan budi pekerti dan moral, yaitu:
1.    Pendekatan Penanaman Nilai (Inculcation Approach)
Pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggungjawab atas keputusan yang diambilnya. Cara yang digunakan pada pendekatan ini adalah antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, dan bermain peran.

2.    Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif ( Cognitive Moral Development Approah)
Pendekatan ini menekankan pada berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Guru dapat mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran moral melalui diskusi masalah moral sehingga peserta didik dapat membuat keputusan tentang pendapat moralnya.
3.    Pendekatan Analisis Nilai (Values Analysis Approach)
Pendekatan ini menekankan agar peserta didik dapat menggunakan kemampuan berfikir logis dan ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat, dan penelitian.
4.    Pendekatan Klarifikasi Nilai (Valuse Clarification Approach)
Pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Cara yang dapat digunakan adalah bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri, aktifitas yang mengembangkan sensivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi kelompok.
5.    Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach)
Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Cara yang dapat digunakan adalah metode proyek/kegiatan di sekolah, hubungan antarpribadi, praktik hidup bermasyarakat dan berorganisasi. 


Adapun strategi yang dapat digunakan dalam pendidikan budi pekerti atau moral, adalah:
1.    Pendidikan budi pekerti (moral) sebagai substansi dan praksis pendidikan di lingkungan persekolahan, terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan iklim sosial budaya sekolah.
2.    Pengorganisasian pendidikan budi pekerti dalam kurikulum dunia persekolahan dapat dilakukan melalui beberapa alternatif, yaitu:
•    Mulai dari TK sampai SMA diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang relevan, atau
•    Di TK diintegrasikan ke bidang yang relevan, di SD diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, serta pendidikan bahasa Indonesia/daerah
•    Di SMP dan SMA diintegrasikan ke dalam mata pelajaran pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan IPS, pendidikan bahasa Indonesia/daerah, dan mata pelajaran lain yang relevan.
3.    Keterlibatan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan, khususnya guru, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum, penulis buku teks dan lembaga pendidikan tenaga keguruan sesuai dengan kedudukan, peran, dan tanggungjawabnya.

BAB III
KESIMPULAN

Dari sudut pandang manusia, pendidikan aialah proses sosialisasi, yakni memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam kehidupan. Sebagaimana dikutip oleh Khoiron Rosyadi, Emile Durkheim dalam karyanya Education and Sociology mengatakan bahwa pendidikan merupakan produk manusia yang menetapkan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu hidup konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan.
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Adapun peranan pendidikan (edukasi) dalam mengatasi persoalan moral adalah:
a.    Menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai penyelewengan ala jahiliah. Mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai dengan fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang kukuh dan sempurna di masyarakat.
b.    Karena pendidikan berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak, maka pendidikan akan sangat memengaruhi jiwa dan perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari kepribadiannya untuk kehidupannya kelak kemudian hari
c.    Pendidikan sebagai alat terpenting untuk menjaga diri dan memelihara nilai-nilai positif. Pendidikan mengemban dua tugas utama yang saling kontradiktif, yaitu melestarikan dan mengadakan perubahan.
Pendekatan yang digunakan adalah:
1.    Pendekatan Penanaman Nilai (Inculcation Approach)
2.    Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif ( Cognitive Moral Development Approah)
3.    Pendekatan Analisis Nilai (Values Analysis Approach)
4.    Pendekatan Klarifikasi Nilai (Valuse Clarification Approach)
5.    Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach)

e-learning

E-LEARNING
Disusun guna memenuhi tugas dalam mata kuliah
PENGEMBANGAN MEDIA PAI
Dosen Pengampu
Dr. Sukiman

Disusun oleh:
Diyah Puspitasari (4 / 10411047)
Rizky Yuli Retnani (5 / 10411048)
Awal Aqsha Nugroho (6 / 10411049)
V-PAI  B

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012/ 2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam hal ini. Maka dari itu perlu ditingkatkannya kualitas pendidikan itu sendiri yang sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan, termasuk kurikulum, materi, pendidik, metode pembelajaran, dan juga media yang digunakan dalam pembelajaran.
Dalam pendidikan terdapat proses belajar mengajar, yang pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan atau informasi dari pendidik kepada peserta didik. Pesan/ informasi akan sampai kepada peserta didik apabila peserta didik dapat menangkap dan memahami isi pesan tersebut. Terkadang pesan/ informasi tersebut tidak sampai kepada peserta didik karena faktor-faktor tertentu sehingga dibutuhkan alat bantu atau media dalam penyampaian pesan tersebut. Selain itu, proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik jika peserta didik diajak untuk melibatkan semua alat inderanya, karena semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah pesan semakin banyak pula pesan yang dapat dimengerti dan bertahan lama dalam ingatan peserta didik. Dengan menggunakan media dalam penyampaian pesan, maka peluan untuk menggunakan semua indera peserta didik lebih banyak, sehingga media sangat membantu dalam proses pembelajaran.
Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran yaitu media yang berbasis komputer berupa internet. Dengan internet peserta didik dapat mengakses materi dengan cepat. Untuk lebih jelas mengetahui tentang media e-learning, akan dibahas dalam bab selanjutnya.


B.    Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan e-learning?
2.    Apa saja jenis e-learning?
3.    Bagaimana proses pengembangan e-learning?
4.    Bagaimana pemanfaatan e-learning dalam pembelajaran?
5.    Apa saja kelebihan dan kekurangan e-learning?
6.    Bagaimana contoh penerapan e-learning pada pembelajaran?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penulisan
1.    Tujuan Penulisan
a.    Untuk mengetahui pengertian e-learning.
b.    Untuk mengetahui jenis e-learning.
c.    Untuk mengetahui proses pengembangan e-learning.
d.    Untuk mengetahui pemanfaatan e-learning dalam pembelajaran.
e.    Untuk mengetahui kelebihan & kekurangan e-learning.
f.    Untuk mengetahui penerapan e-learning dalam pembelajaran
2.    Kegunaan Penulisan
a.    Secara teoritis
Memberikan tambahan pengalaman dan khasanah keilmuan tentang media e-learning.
b.    Secara praktis
Dari hasil tambahan pengetahuan tentang e-learning ini dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan langkah-langkah praktis.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian E-learning
Online learning juga biasa disebut electronic learning atau e-learning, merupakan pembelajaran yang disajikan secara elektronik dengan menggunakan komputer dan media berbasis komputer.  Media komputer yang dimaksud di sini lebih berorientasi pada penggunaan teknologi komputer dan internet. Clark dan Mayer mengemukakan e-learning adalah pembelajaran yang disampaikan dalam komputer dengan CD-ROM, internet, atau intranet dengan bentuk:
1.    Memasukkan materi yang relevan dengan tujuan.
2.    Menggunakan unsur-unsur media seperti kata-kata, gambar, untuk menyajikan materi dan mtode.
3.    Menggunakan metode pembelajaran seperti, contoh dan praktek yang membantu belajar.
4.    Membagun pengetahuan dan keterampilan baru yang dikaitkan dengan tujuan belajar atau meningkatkan kinerja.
E-learning merupakan sistem pembelajaran yang memanfaatkan media elektronik sebagai alat untuk membantu kegiatan pembelajaran , yang dalam arti luas mencakup pembelajaran yang dilakukan dengan media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. Secara formal misalnya berupa kurikulum, silabus, mata pelajaran,dan tes yang telah diatur sesuai jadwal oleh pihak-pihak terkait, yaitu pengelola e-learning. Dengan e-learning pembelajaran akan lebih menarik karena tampilan di layarnya bisa dibuat variatif yang menarik.  Pembelajaran ini dapat juga disebut pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh Perguruan Tinggi dan biasanya perusahaan konsultan yang bergerak dibidang penyedia jasa e-learning untuk umum. Sedang secara informal misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau web pribadi, dan perusahaan yang mensosialisasikan untuk masyarakat. Biasanya jasa seperti ini gratis.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pembelajaran elektronik (e-learning) merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi, dan fasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lain. 

B.    Jenis E-learning
Berdasarkan teknologi informatika yang digunakan, e-learning kemudian dikelompokkan berdasarkan basis teknologi, yaitu sebagai berikut:
1.    Computer Based Training (CBT)
Sistem CBT ini mulai berkembang di tahun 80-an dan masih berkembang terus sampai sekarang. Hal ini ditunjang antara lain oleh perkembangan sistem animasi yang kian menarik dan realistis (misalnya aiatem animasi 3 Dimension).
2.    Web Based Training (WBT)
Sistem ini merupakan perkembangan lanjutan dari CBT dan berbasis teknologi internet. Sehingga dengan menggunakan konsep ini, dapat terjadi komunikasi dua arah antar pengguna. Namun lancarnya proses belajar dengan menggunakan sistem ini bergantung kepada infrastruktur jaringan kecepatan tinggi. Kendala penerapan konsep ini terletak pada kenyataan bahwa jaringan internet di negara kita masih belum merata. Pada dasarnya,terdapat 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih, yakni:
a.    Sepenuhnya secara tatap muka (konvensional)
b.    Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet
c.    Sepenuhnya melalui internet.
Salah satu komponen WBT yang sangat digemari adalah video-conferencing, yaitu dimana siswa dan guru dapat langsung mendiskusikan semua hal tanpa harus bertemu muka secara langsung. Sistem ini berkembang pesat di negara-negara maju dan dapat dimanfaatkan sebagai alat belajar mengajar di virtual classes ataupun virtual universities.

C.    Proses Pengembangan E-learning
Untuk mengembangkan program e-learning ada beberapa tahapan, dimulai dengan:
1.    Analisis Kebutuhan
Tujuan yang diharapkan dicapai oleh suatu lembaga atau organisasi. Contoh: Dosen menerapkan teknologi e-learning. Pada akhir semester prestasi mahasiswa kurang menggembirakan sehingga pimpinan mengambil keputusan bahwa e-learning diganti dengan tatap muka karena e-learning tidak cocok dengan gaya belajar mahasiswa yang bersangkutan. Padahal apabila dianalisis, mahasiswa sangat antusias. Pada kasus ini problem bukan terletak dari pada motivasi menurun atau e-learning kurang tepat, tetapi karena program e-learning tidak terakses disebabkan padatnya jaringan.
2.    Mendeskripsikan tingkat kinerja/kompetensi yang ingin dicapai
Deskripsi ini diperlukan untuk menetapkan materi pembelajaran, yang harus dipelajari sehingga dipersiapkan dengan baik. Langkah ini berarti memilih materi serta pengalaman belajar yang sesuai untuk mendukung pencapaian kompetensi.
3.    Menetapkan metode dan media pembelajaran
Berbagai metode serta media yang biasa digunakan dikelas tatap muka kemungkinan dapat diterapkan juga pada kelas online.
4.    Menentukan jenis evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, evaluasi berupa balikan atau revisi tugas-tugas. Oleh karena itu pendekatan e-learning berupa pembelajaran mandiri, maka pembelajar harus mengevaluasi diri sendiri sehingga mengetahui tingkat keberhasilannya.

D.    Pemanfaatan E-learning dalam Pembelajaran
1.    Media berbasis komputer
Teknologi komputer mengalami kemajuan pesat dan luar biasa, baik dari segi hardware maupu softwarenya. Seiring berkembanganya program-program serta aplikasi yang dapat dipasang, komputer memberikan kelebihan dalam berbagai bidang kegiatan pembelajaran seperti untuk produksi media slide, media gerak dan media audio visual. Kiranya dalam era sekarang ini seorang pendidik haruslah mampu menguasai teknologi komputer, meski masih dalam taraf sederhana. Teknologi komputer sangat membantu dalam menciptakan berbagai kreatifitas produksi media pembelajaran, baik berupa gerak, audio maupun visual. Berbagai macam software yang dapat digunakan antara lain Power Point, Macromedia Flash, Movie dan lain-lain. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat digunakan dalam berbagai materi pembelajaran baik eksak, sosial maupun materi agama selama seorang pendidik bisa menyusunnya sesuai kebutuhan dan target-target materi dan pembelajaran yang hendak dicapai, dan tentu tetap didasarkan pada pencapaian tiga ranah peserta didik berikut ini:
a.    Ranah Kognitif
Dalam pencapaian ranah kognitif komputer dapat digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep, prinsip, langkah-langkah, proses, dan kalkulasi yang kompleks. Komputer juga dapat menjelaskan konsep tersebut dengan sederhana dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan.
b.    Ranah Afektif
Ranah afektif bisa dicapai dengan menggunakan clip, film, suara atau video yang isinya menggugah perasaan. Peserta didik diajak untuk menghayati desain yang dibuat serta mengenalisis baik gambar atau suara.
c.    Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik dapat dicapai dengan komputer dengan bentuk pembelajaran yang dikemas dalam bentuk games & simulasi sangat bagus digunakan untuk menciptakan kondisi dunia kerja. Beberapa contoh program antara lain; simulasi pendaratan pesawat, simulasi perang dalam medan yang paling berat dan sebagainya.
2.    Media berbasis internet
a.    E-Mail
Elekktronic Mail atau yang lebih dikenal dengan E-Mail yang dapat diartikan “Surat Elektronik”, merupakan surat yang pengirimannya menggunakan sarana elektronik yakni dengan menggunakan jaringan internet.  Perlu diketahui bahwa pesan yang dikirim berbentuk suatu dokumen atau teks bahkan gambar, tentunya yang dapat diterima oleh komputer lain dengan sarana internet.  Peserta didik dapat menggunakan e-mail untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan tugas, dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pendidik di luar kegiatan belajar mengajar, dan dapat berkomunikasi lewat e-mail dengan teman-teman, guru, maupun yang lainnya.
b.    Blog
Istilah blog merupakan kependekan dari web blog. Jika diidentifikasi dari penggalan katanya web dan log dapat diartikan sebagai “catatan perjalanan” yang tersimpan dalam website.  Blog dapat dijadikan website yang berisikan materi pelajaran yang dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar, bahkan foto, maupun coretan warna warni yang membuatnya lebih menarik. Blog sebagai media pembelajaran setidaknya ada tiga metode yang bisa diupayakan yaitu:
1)    Blog guru sebagai pusat pembelajaran. Guru dapat menulis materi belajar, tugas,maupun bahan diskusi di blognya kemudian murid bisa berdiskusi dan belajar bersama-sama di blog gurunya tersebut.
2)    Blog guru dan murid yang saling berinteraksi. Guru dan murid harus memiliki blog masing-masing sebagai sarana mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya.
3)    Komunitas bloger pembelajar. Sebuah blog sebagai pusat pembelajaran dengan guru-guru dan siswa dari berbagai sekolah bisa tergabung dalam komunitas blogger pembelajar tersebut.
c.    Mesin Pencarian (Search Engine)
Search Engine adalah sebuah program yang dapat diakses melalui internet yang berfungsi untuk membantu para pengguna dalam mencari apa yang diinginkan,  dengan kata lain search engine dirancang khusus untuk menyimpan katalog dan menyusun daftar alamat berdasarkan topik tertentu. Mesin pencarian ini dapat digunakan untuk mengakses berbagai bahan belajar dan informasi melalui media internet. Telah tersedia banyak situs search engine yang dapat digunakan untuk mencari informasi di internet, diantaranya Yahoo, bing, amazon.com, eBay, Wikipedia, Babylon, dan google. Tetapi yang sering kita gunakan adalah google, yang dapat diakses melalui http://www.google.com.  Untuk melakukan pencarian informasi yang diinginkan, kita harus memasukkan kata kunci (keyword) pada kotak pencarian. Misalnya untuk mencari materi Sejarah Kebudayaan Islam tentang Khalifah Umar bin Khattab, maka kata kunci yang kita tuliskan adalah Umar bin Khattab, lalu tekan tombol enter pada keyboard, maka google akan mencari halaman web yang mengandung kata Umar bin Khattab.

E.    Kelebihan & Kekurangan E-learning
Kelebihan e-learning, diantaranya:
1.    E-learning dapat mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat studi lebih ekonomis (dalam kasus tertentu).
2.    E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan guru maupun sesama peserta didik.
3.    Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
4.    Dapat menyajikan variasi media.
5.    Memperoleh informasi mutakhir (up date).
6.    Mudah dan cepat dalam mengakses.
7.    Komunikasi yang luwes.
8.    Biaya ringan.
Disamping e-learning memiliki kelamahan, diantaranya:
1.    Untuk sekolah tertentu terutama yang berada di daerah, akan memerlukan investasi yang mahal untuk membangun e-learning ini.
2.    Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
3.    Keterbatasan jumlah komputer yang dimiliki oleh sekolah akan menghambat pelaksanaan e-learning.
4.    Bagi orang yang gagap teknologi, sistem ini sulit untuk diterapkan.
5.    Materi tidak sesuai dengan umur pebelajar.
6.    Pemanfaatan hak cipta untuk tugas-tugas sekolah.
7.    Perkembangan yang tidak terprediksikan.
8.    Pengaksesan yang memerlukan sarana tambahan.
9.    Kecepatan mengakses yang tidak stabil.
10.    Kurangnya pengontrolan kualitas.

F.    Penerapannya
Mata Pelajaran        : Fiqih
Kelas / Semester        : X / I
Materi Pokok        : Macam Najis & Cara mensucikannya
Alokasi Waktu        : 1x45 menit
A.    Standar Kompetensi     :
Peserta didik  dapat memahami bab thaharah.
B.    Kompetensi Dasar     :
Peserta didik dapat memahami macam-macam najis dan cara mensucikannya.
C.    Indikator        :
1.    Peserta didik mampu menjelaskan arti najis.
2.    Peserta didik mampu menyebutkan macam-macam najis.
3.    Peserta didik mampu mempraktekkan cara mensucikan dari najis tersebut.
D.    Karakter
Rasa ingin tahu, aktif, disiplin.
E.    Tujuan
Dengan media, metode dan strategi yang digunakan diharap mampu menciptakan pembelajaran yang menarik dan memberi kemudahan bagi peserta didik dalam menjelaskan pengertian najis, menyebutkan macam-macam najis, dan mempraktekkan cara mensucikan dari najis tersebut.
F.    Materi
1.    Pengertian najis, beserta macamnya.
2.    Penjelasan tentang cara mensucikan dari najis.
G.    Langkah-Langkah Pembelajaran
1. Kegiatan awal (5 menit)
Guru Mengawali pelajaran dengan doa
Apersepsi dan motivasi
2. Kegiatan inti (35 menit)
Eksplorasi    : Guru bertanya kepada peserta didik tentang pengertian najis
Elaborasi    : Guru memberi penjelasan tentang pengertian dan macam najis beserta cara mensucikannya dengan media e-learning (powerpoint/ movie/ blog/ internet)
Konfirmasi    : Guru menyimpulkan materi
Guru memberikan tugas (PR) kepada peserta didik melalui media elektronik, yang kemudian siswa diperintahkan untuk mengumpulkan melalui email.
3. Kegiatan akhir (5 menit)
Guru menutup pembelajaran dengan doa.
H.    Sarana/Alat
1. Kertas                4. Laptop
2. Pulpen/ alat tulis            5. Proyektor
3. Papan tulis dan spidol        6. Speaker
I.    Penilaian
1.    Teknik        : Tertulis & lisan
2.    Bentuk Instrumen    : Tugas individu, tugas kelompok & pengamatan
J.    Soal
1.    Tugas Individu
a.    Apa yang dimaksud dengan najis?
b.    Sebutkan macam-macam najis !
c.    Apabila kaki kita dijilat oleh anjing, bagaimana cara membersihkannya?
d.    Mengapa najis mughallazdah pada basuhannya sekali dicampuri tanah?
2.    Tugas kelompok
Buatlah naskah mini drama dengan tema najis & cara mensucikannya, lalu dipentaskan pada pertemuan berikutnya !


BAB III
KESIMPULAN
Jadi, e-learning, merupakan pembelajaran yang disajikan secara elektronik dengan menggunakan komputer dan media berbasis komputer. Yang dapat dikembangkan dengan langkah yang pertama analisis kebutuhan, kedua kompetensi yang ingin dicapai, ketiga menetapkan metode dan media pembelajaran, dan yang terakhir menentukan jenis evaluasi. E-Learning ini adalah media elektronik, yang dalam hal ini komputer dan internet yang meliputi, power point, macromedia flash, email, search engine, dan blog.

DAFTAR PUSTAKA

Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Fasthea, Sholeh. 2009. Panduan Praktis Ms Office 2007 dan Internet. Yogyakarta: DPP Fakultas Tarbiyah.
____. 2011. Aplikasi Office Profesional; Microsoft Office, Internet & Desain Grafis. Yogyakarta: Laboratorium TIK Fakultas Tarbiyah & Keguruan UIN Sunan Kalijaga.
Jasmadi. 2004. Panduan Praktis Menggunakan Fasilitas Internet. Yogyakarta: Andi.
Munir. 2009. Pembelajaran Jarak Jauh. Bandung: Alfabeta.
Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pedagogia.
Suteja, Bernard Renaldy dkk. 2008. Memasuki Dunia E-Learning. Bandung: Informatika.
Sumber internet:
http://ilessen-fscada.blogspot.com/2012/02/kelebihan-dan-kekurangan-e-learning.html
http://indrayani.staff.ipdn.ac.id/?p=56
http://wilis.himatif.or.id/download/model-model%20e-learning.pdf
http://www.laboratorium-tik.blogspot.com/search/label/Media%20pendidikan